بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Mengatur dan Membelanjakan Harta
Agama Islam yang sempurna telah mengatur dan menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk menyelenggarakan semua urusan dalam hidup mereka, untuk kemaslahatan dan kebaikan mereka dalam urusan dunia maupun agama.
Allah Ta’ala berfirman,
Agama Islam yang sempurna telah mengatur dan menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk menyelenggarakan semua urusan dalam hidup mereka, untuk kemaslahatan dan kebaikan mereka dalam urusan dunia maupun agama.
Allah Ta’ala berfirman,
{وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ}
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri” (QS an-Nahl:89).
Dan ketika sahabat yang mulia, Salman al-Farisy ditanya oleh seorang musyrik: Sungguhkah nabi kalian (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar? Salman menjawab: “Benar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil…[1].
Tidak terkecuali dalam hal ini, masalah yang berhubungan dengan mengatur dan membelanjakan rizki/penghasilan, semua telah diatur dalam al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Misalnya, tentang keutamaan menginfakkan harta untuk kebutuhan keluarga, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ»
“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampaipun makanan yang kamu berikan kepada istrimu”[2].
Kewajiban Mengatur Pembelanjaan Harta
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ
فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ»
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”[3].
Hadits yang agung ini menunjukkan kewajiban mengatur pembelanjaan harta dengan menggunakannya untuk hal-hal yang baik dan diridhai oleh Allah, karena pada hari kiamat nanti manusia akan dimintai pertanggungjawaban tentang harta yang mereka belanjakan sewaktu di dunia[4].
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai bagi kalian tiga perkara…(di antaranya) idho’atul maal (menyia-nyiakan harta)[5].
Arti “idho’atul maal” (menyia-nyiakan harta) adalah menggunakannya untuk selain ketaatan kepada Allah Ta’ala, atau membelanjakannya secara boros dan berlebihan[6].
Antara Pemborosan dan Penghematan yang Berlebihan
Sebaik-baik cara mengatur pembelanjaan harta adalah dengan mengikuti petunjuk Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS al-Furqaan:67).
Juga dalam firman-Nya,
{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا}
Imam asy-Syaukani ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata: “Arti ayat ini: larangan bagi manusia untuk menahan (hartanya secara berlebihan) sehingga mempersulit dirinya sendiri dan keluarganya, dan larangan berlebihan dalam berinfak (membelanjakan harta) sampai melebihi kebutuhan, sehingga menjadikannnya musrif (berlebih-lebihan/mubazir). Maka ayat ini (berisi) larangan dari sikap ifrath (melampaui batas) dan tafrith (terlalu longgar), yang ini melahirkan kesimpulan disyariatkannya bersikap moderat, yaitu (sikap) adil (seimbang) yang dianjurkan oleh Allah”[8].
Waspadai Fitnah (Kerusakan) Harta!
Perlu diwaspadai dalam hal yang berhubungan dengan pembelanjaan harta, fitnah (kerusakan) yang ditimbulkan dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta tersebut, sebagaimana yang telah diingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
«إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ»
“Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta”.[9]
{إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ}
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS at-Tagaabun:15)[10].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan hal ini dalam sabda beliau: “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang penuh berisi) harta/emas maka dia pasti akan menginginkan lembah (harta) yang ketiga”[12].
Sifat rakus inilah yang akan terus memacunya untuk mengejar harta dan mengumpulkannya siang dan malam, dengan mengorbankan apapun untuk tujuan tersebut. Sehingga tenaga dan pikirannya akan terus terkuras untuk mengejar ambisi tersebut, dan ini merupakan kerusakan sekaligus siksaan besar bagi dirinya di dunia.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Orang yang mencintai dunia/harta (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (kerusakan dan penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang tidak pernah hilang, keletihan yang berkepanjangan dan penyesalan yang tiada akhirnya[13].
Dalam hal ini, salah seorang ulama salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia/harta (secara berlebihan) maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam penderitaan”[14].
Zuhud dalam Masalah Harta
Zuhud dalam harta dan dunia bukanlah dengan meninggalkannya, juga bukan dengan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah Ta’ala. Akan tetapi zuhud dalam harta adalah dengan menggunakan harta tersebut sesuai dengan petunjuk Allah Ta’ala, tanpa adanya keterikatan hati dan kecintaan yang berlebihan kepada harta tersebut. Atau dengan kata lain, zuhud dalam harta adalah tidak menggantungkan angan-angan yang panjang pada harta yang dimiliki, dengan segera menggunakannya untuk hal-hal yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
Inilah arti zuhud yang sesungguhnya, sebagaimana ucapan imam Ahmad bin Hambal ketika beliau ditanya: Apakah makna zuhud di dunia (yang sebenarnya)? Beliau berkata: “(Maknanya adalah) tidak panjang angan-angan, (yaitu) seorang yang ketika dia (berada) di waktu pagi dia berkata: Aku (khawatir) tidak akan (bisa mencapai) waktu sore lagi”[15].
Salah seorang ulama salaf berkata: “Zuhud di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal, dan juga bukan dengan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud di dunia adalah dengan kamu lebih yakin dengan (balasan kebaikan) di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu, dan jika kamu ditimpa suatu musibah (kehilangan sesuatu yang dicintai) maka kamu lebih mengharapkan pahala dan simpanan (kebaikannya diakhirat kelak) daripada jika sesuatu yang hilang itu tetap ada padamu”[16].
Jangan Lupa Menyisihkan Sebagian Harta untuk Sedekah
Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ}
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS Sabaa’:39).
Makna firman-Nya “Allah akan menggantinya” yaitu dengan keberkahan harta di dunia dan pahala yang besar di akhirat[17].
Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ»
“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan, serta tidaklah seseorang merendahkan diri di (hadapan) Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya”[18].
Arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” adalah dengan tambahan keberkahan yang AllahTa’ala jadikan pada harta dan terhindarnya harta dari hal-hal yang akan merusaknya di dunia, juga dengan didapatkannya pahala dan tambahan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah Ta’ala di akhirat kelak, meskipun harta tersebut berkurang secara kasat mata”[19].
Maka keutamaan besar ini jangan sampai diabaikan oleh keluarga muslim ketika mereka mengatur pembelanjaan harta, dengan cara menyisihkan sebagian dari rizki yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka, untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
Harta yang disisihkan untuk sedekah tidak mesti besar, meskipun kecil tapi jika dilakukan dengan ikhlas untuk mengharapkan wajah-Nya, maka akan bernilai besar di sisi Allah Ta’ala. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kalian (selamatkanlah diri kalian) dari api nereka walaupun dengan (bersedekah dengan) separuh buah kurma”[20].
Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau menganggap remeh suatu perbuatan baik (meskipun) kecil, walaupun (perbuatan baik itu) dengan engkau menjumpai saudaramu (sesama muslim) dengan wajah yang ceria”[21].
Dan lebih utama lagi jika sedekah tersebut dijadikan anggaran tetap dan amalan rutin, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit”[22].
Nasehat dan Penutup
Kemudian yang menentukan cukup atau tidaknya anggaran belanja keluarga bukanlah dari banyaknya jumlah anggaran harta yang disediakan, karena berapa pun banyaknya harta yang disediakan untuk pengeluaran, nafsu manusia tidak akan pernah puas dan selalu memuntut lebih.
Oleh karena itu, yang menentukan dalam hal ini adalah justru sifat qana’ah (merasa cukup dan puas dengan rezki yang Allah berikan) yang akan melahirkan rasa ridha dan selalu merasa cukup dalam diri manusia, dan inilah kekayaan yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)”[23].
Sifat qana’ah ini adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman seseorang, karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”[24].
Arti “ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya[25].
Lebih daripada itu, orang yang memiliki sifat qana’ah dialah yang akan meraih kebaikan dan kemuliaan dalam hidupnya di dunia dan di akhirat nanti, meskipun harta yang dimilikinya tidak banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya”[26].
Akhirnya kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia menganugerahkan kepada kita semua sifat qana’ah dan semua sifat-sifat baik yang diridhai-Nya, serta memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dengan baik dan benar, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
sumber :
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Lulusan Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Beliau adalah penulis aktif di majalah Pengusaha Muslim.
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 262).
[2] HSR al-Bukhari (no. 56) dan Muslim (1628).
[3] HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan.
[4] Lihat kitab “Bahjatun naazhirin syarhu riyaadhish shaalihin” (1/479).
[5] HSR al-Bukhari (no.1407) dan Muslim (no.593).
[6] Lihat kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadits wal atsar” (3/237).
[7] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/433).
[8] Kitab “Fathul Qadiir” (3/318).
[9] HR. Tirmidzi no. 2336, shahih.
[10] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/507).
[11] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 84 – Mawaaridul amaan).
[12] HSR al-Bukhari (no. 6075) dan Muslim (no. 116).
[13] Kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 83-84, Mawaaridul amaan).
[14] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 83 – Mawaaridul amaan).
[15] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/384).
[16] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/179).
[17] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (3/713).
[18] HSR Muslim (no. 2588).
[19] Lihat kitab “Syarhu shahihi Muslim” (16/141) dan “Faidhul Qadiir” (5/503).
[20] HSR al-Bukhari (no. 1351) dan Muslim (no. 1016).
[21] HSR Muslim (no. 2626).
[22] HSR al-Bukhari (no. 6099) dan Muslim (no. 783).
[23] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120).
[24] HSR Muslim (no. 34).
[25] Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 81).
[26] HSR Muslim (no. 1054).
Berikut Ayat2 Alquran tentang Cara-cara penggunaan Harta dan Hukum-hukumnya
_ Menafkahkan harta di jalan Allah _
261
مَّثَلُالَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمْفِي سَبِيلِاللّهِكَمَثَلِحَبَّةٍ أَنبَتَتْسَبْعَسَنَابِلَفِي
كُلِّسُنبُلَةٍمِّئَةُحَبَّةٍوَاللّهُيُضَاعِفُلِمَنيَشَاءوَاللّهُوَاسِعٌعَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: Seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS. 2:261) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
262
الَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمْفِي سَبِيلِاللّهِثُمَّ لاَيُتْبِعُونَمَا
أَنفَقُواُمَنًّاوَلاَ أَذًىلَّهُمْ أَجْرُهُمْعِندَرَبِّهِمْوَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْوَلاَ هُمْيَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2:262) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
263
قَوْلٌمَّعْرُوفٌوَمَغْفِرَةٌخَيْرٌ مِّنصَدَقَةٍيَتْبَعُهَآأَذًىوَاللّهُ غَنِيٌّحَلِيمٌ
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
(QS. 2:263) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
264
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْلاَ تُبْطِلُواْصَدَقَاتِكُمبِالْمَنِّوَالأذَىكَالَّذِييُنفِقُمَالَهُرِئَاء
النَّاسِوَلاَيُؤْمِنُبِاللّهِوَالْيَوْمِالآخِرِفَمَثَلُهُكَمَثَلِصَفْوَانٍ
عَلَيْهِتُرَابٌفَأَصَابَهُوَابِلٌ فَتَرَكَهُصَلْدًالاَّيَقْدِرُونَعَلَى شَيْءٍمِّمَّاكَسَبُواْوَاللّهُلاَ يَهْدِيالْقَوْمَالْكَافِرِينَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).
Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan;
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(QS. 2:264) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
265
وَمَثَلُالَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمُابْتِغَاءمَرْضَاتِاللّهِوَتَثْبِيتًامِّنْأَنفُسِهِمْكَمَثَلِجَنَّةٍبِرَبْوَةٍأَصَابَهَاوَ
ابِلٌفَآتَتْأُكُلَهَاضِعْفَيْنِفَإِن لَّمْيُصِبْهَاوَابِلٌفَطَلٌّوَاللّهُبِمَا تَعْمَلُونَبَصِيرٌ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak
di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat.
Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai).
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
(QS. 2:265) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
266
أَيَوَدُّأَحَدُكُمْأَن تَكُونَلَهُ جَنَّةٌمِّننَّخِيلٍوَأَعْنَابٍتَجْرِي
مِنتَحْتِهَاالأَنْهَارُلَهُ فِيهَامِن كُلِّالثَّمَرَاتِوَأَصَابَهُالْكِبَرُوَلَهُذُرِّيَّةٌضُعَفَاءفَأَصَابَهَاإِعْصَارٌفِيهِ
نَارٌفَاحْتَرَقَتْكَذَلِكَيُبَيِّنُاللّهُلَكُمُالآيَاتِلَعَلَّكُمْتَتَفَكَّرُونَ
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma
dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan,
kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil.
Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
(QS. 2:266) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
267
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْأَنفِقُواْمِنطَيِّبَاتِمَاكَسَبْتُمْوَمِمَّاأَخْرَجْنَالَكُم مِّنَالأَرْضِوَلاَتَيَمَّمُواْالْخَبِيثَمِنْهُتُنفِقُو
نَوَلَسْتُمبِآخِذِيهِإِلاَّ أَنتُغْمِضُواْفِيهِوَاعْلَمُواْأَنَّ اللّهَغَنِيٌّحَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan
mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS. 2:267) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
268
الشَّيْطَانُيَعِدُكُمُالْفَقْرَوَيَأْمُرُكُمبِالْفَحْشَاءوَاللّهُيَعِدُكُممَّغْفِرَةًمِّنْهُوَفَضْلاًوَاللّهُوَاسِعٌعَلِيمٌ
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya
dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS. 2:268) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
269
يُؤتِيالْحِكْمَةَمَن يَشَاءوَمَن يُؤْتَالْحِكْمَةَفَقَدْأُوتِيَخَيْرًا كَثِيرًاوَمَايَذَّكَّرُإِلاَّأُوْلُواْالأَلْبَابِ
Allah memberikan hikmah kepada siap yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak.
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal.
(QS. 2:269) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
270
وَمَاأَنفَقْتُممِّننَّفَقَةٍأَوْ نَذَرْتُممِّننَّذْرٍفَإِنَّاللّهَيَعْلَمُهُوَمَالِلظَّالِمِينَمِنْأَنصَارٍ
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
(QS. 2:270) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
271
إِنتُبْدُواْالصَّدَقَاتِفَنِعِمَّاهِيَ وَإِنتُخْفُوهَاوَتُؤْتُوهَاالْفُقَرَاءفَهُوَخَيْرٌلُّكُمْوَيُكَفِّرُعَنكُم مِّنسَيِّئَاتِكُمْوَاللّهُ بِمَاتَعْمَلُونَخَبِيرٌ
Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.
Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. 2:271) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
272
لَّيْسَعَلَيْكَهُدَاهُمْوَلَكِنَّاللّهَيَهْدِي مَنيَشَاءوَمَاتُنفِقُواْ
مِنْخَيْرٍفَلأنفُسِكُمْوَمَاتُنفِقُونَإِلاَّابْتِغَاءوَجْهِاللّهِوَمَا تُنفِقُواْمِنْ خَيْرٍيُوَفَّإِلَيْكُمْوَأَنتُمْلاَتُظْلَمُونَ
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka pahalanya itu untuk kamu sendiri.
Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun
tidak akan dianiaya.
(QS. 2:272) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
273
لِلْفُقَرَاءالَّذِينَأُحصِرُواْفِي سَبِيلِاللّهِ لاَيَسْتَطِيعُونَضَرْبًا
فِيالأَرْضِيَحْسَبُهُمُالْجَاهِلُأَغْنِيَاءمِنَالتَّعَفُّفِتَعْرِفُهُمبِسِيمَاهُمْلاَيَسْأَلُونَالنَّاسَ إِلْحَافًاوَمَاتُنفِقُواْمِنْ خَيْرٍ فَإِنَّاللّهَ بِهِعَلِيمٌ
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya,
mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
(QS. 2:273) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
274
الَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمبِاللَّيْلِوَالنَّهَارِسِرًّاوَعَلاَنِيَةًفَلَهُمْأَجْرُهُمْعِندَرَبِّهِمْ وَلاَخَوْفٌعَلَيْهِمْوَلاَ هُمْيَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi
dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2:274) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Wassalam
Semoga Bermanfaat.
Mohamad Churiyanto
Hijrah-Kewirausahaan
Tips and Triks
Nggak pakai utang
Kemudian yang menentukan cukup atau tidaknya anggaran belanja keluarga bukanlah dari banyaknya jumlah anggaran harta yang disediakan, karena berapa pun banyaknya harta yang disediakan untuk pengeluaran, nafsu manusia tidak akan pernah puas dan selalu memuntut lebih.
Oleh karena itu, yang menentukan dalam hal ini adalah justru sifat qana’ah (merasa cukup dan puas dengan rezki yang Allah berikan) yang akan melahirkan rasa ridha dan selalu merasa cukup dalam diri manusia, dan inilah kekayaan yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)”[23].
Sifat qana’ah ini adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman seseorang, karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”[24].
Arti “ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya[25].
Lebih daripada itu, orang yang memiliki sifat qana’ah dialah yang akan meraih kebaikan dan kemuliaan dalam hidupnya di dunia dan di akhirat nanti, meskipun harta yang dimilikinya tidak banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya”[26].
Akhirnya kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia menganugerahkan kepada kita semua sifat qana’ah dan semua sifat-sifat baik yang diridhai-Nya, serta memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dengan baik dan benar, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
sumber :
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Lulusan Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Beliau adalah penulis aktif di majalah Pengusaha Muslim.
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 262).
[2] HSR al-Bukhari (no. 56) dan Muslim (1628).
[3] HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan.
[4] Lihat kitab “Bahjatun naazhirin syarhu riyaadhish shaalihin” (1/479).
[5] HSR al-Bukhari (no.1407) dan Muslim (no.593).
[6] Lihat kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadits wal atsar” (3/237).
[7] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/433).
[8] Kitab “Fathul Qadiir” (3/318).
[9] HR. Tirmidzi no. 2336, shahih.
[10] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/507).
[11] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 84 – Mawaaridul amaan).
[12] HSR al-Bukhari (no. 6075) dan Muslim (no. 116).
[13] Kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 83-84, Mawaaridul amaan).
[14] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfan” (hal. 83 – Mawaaridul amaan).
[15] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/384).
[16] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/179).
[17] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (3/713).
[18] HSR Muslim (no. 2588).
[19] Lihat kitab “Syarhu shahihi Muslim” (16/141) dan “Faidhul Qadiir” (5/503).
[20] HSR al-Bukhari (no. 1351) dan Muslim (no. 1016).
[21] HSR Muslim (no. 2626).
[22] HSR al-Bukhari (no. 6099) dan Muslim (no. 783).
[23] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120).
[24] HSR Muslim (no. 34).
[25] Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 81).
[26] HSR Muslim (no. 1054).
Berikut Ayat2 Alquran tentang Cara-cara penggunaan Harta dan Hukum-hukumnya
_ Menafkahkan harta di jalan Allah _
261
مَّثَلُالَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمْفِي سَبِيلِاللّهِكَمَثَلِحَبَّةٍ أَنبَتَتْسَبْعَسَنَابِلَفِي
كُلِّسُنبُلَةٍمِّئَةُحَبَّةٍوَاللّهُيُضَاعِفُلِمَنيَشَاءوَاللّهُوَاسِعٌعَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: Seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS. 2:261) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
262
الَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمْفِي سَبِيلِاللّهِثُمَّ لاَيُتْبِعُونَمَا
أَنفَقُواُمَنًّاوَلاَ أَذًىلَّهُمْ أَجْرُهُمْعِندَرَبِّهِمْوَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْوَلاَ هُمْيَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2:262) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
263
قَوْلٌمَّعْرُوفٌوَمَغْفِرَةٌخَيْرٌ مِّنصَدَقَةٍيَتْبَعُهَآأَذًىوَاللّهُ غَنِيٌّحَلِيمٌ
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
(QS. 2:263) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
264
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْلاَ تُبْطِلُواْصَدَقَاتِكُمبِالْمَنِّوَالأذَىكَالَّذِييُنفِقُمَالَهُرِئَاء
النَّاسِوَلاَيُؤْمِنُبِاللّهِوَالْيَوْمِالآخِرِفَمَثَلُهُكَمَثَلِصَفْوَانٍ
عَلَيْهِتُرَابٌفَأَصَابَهُوَابِلٌ فَتَرَكَهُصَلْدًالاَّيَقْدِرُونَعَلَى شَيْءٍمِّمَّاكَسَبُواْوَاللّهُلاَ يَهْدِيالْقَوْمَالْكَافِرِينَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).
Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan;
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(QS. 2:264) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
265
وَمَثَلُالَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمُابْتِغَاءمَرْضَاتِاللّهِوَتَثْبِيتًامِّنْأَنفُسِهِمْكَمَثَلِجَنَّةٍبِرَبْوَةٍأَصَابَهَاوَ
ابِلٌفَآتَتْأُكُلَهَاضِعْفَيْنِفَإِن لَّمْيُصِبْهَاوَابِلٌفَطَلٌّوَاللّهُبِمَا تَعْمَلُونَبَصِيرٌ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak
di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat.
Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai).
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
(QS. 2:265) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
266
أَيَوَدُّأَحَدُكُمْأَن تَكُونَلَهُ جَنَّةٌمِّننَّخِيلٍوَأَعْنَابٍتَجْرِي
مِنتَحْتِهَاالأَنْهَارُلَهُ فِيهَامِن كُلِّالثَّمَرَاتِوَأَصَابَهُالْكِبَرُوَلَهُذُرِّيَّةٌضُعَفَاءفَأَصَابَهَاإِعْصَارٌفِيهِ
نَارٌفَاحْتَرَقَتْكَذَلِكَيُبَيِّنُاللّهُلَكُمُالآيَاتِلَعَلَّكُمْتَتَفَكَّرُونَ
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma
dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan,
kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil.
Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
(QS. 2:266) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
267
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواْأَنفِقُواْمِنطَيِّبَاتِمَاكَسَبْتُمْوَمِمَّاأَخْرَجْنَالَكُم مِّنَالأَرْضِوَلاَتَيَمَّمُواْالْخَبِيثَمِنْهُتُنفِقُو
نَوَلَسْتُمبِآخِذِيهِإِلاَّ أَنتُغْمِضُواْفِيهِوَاعْلَمُواْأَنَّ اللّهَغَنِيٌّحَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan
mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS. 2:267) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
268
الشَّيْطَانُيَعِدُكُمُالْفَقْرَوَيَأْمُرُكُمبِالْفَحْشَاءوَاللّهُيَعِدُكُممَّغْفِرَةًمِّنْهُوَفَضْلاًوَاللّهُوَاسِعٌعَلِيمٌ
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya
dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS. 2:268) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
269
يُؤتِيالْحِكْمَةَمَن يَشَاءوَمَن يُؤْتَالْحِكْمَةَفَقَدْأُوتِيَخَيْرًا كَثِيرًاوَمَايَذَّكَّرُإِلاَّأُوْلُواْالأَلْبَابِ
Allah memberikan hikmah kepada siap yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak.
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berakal.
(QS. 2:269) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
270
وَمَاأَنفَقْتُممِّننَّفَقَةٍأَوْ نَذَرْتُممِّننَّذْرٍفَإِنَّاللّهَيَعْلَمُهُوَمَالِلظَّالِمِينَمِنْأَنصَارٍ
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
(QS. 2:270) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
271
إِنتُبْدُواْالصَّدَقَاتِفَنِعِمَّاهِيَ وَإِنتُخْفُوهَاوَتُؤْتُوهَاالْفُقَرَاءفَهُوَخَيْرٌلُّكُمْوَيُكَفِّرُعَنكُم مِّنسَيِّئَاتِكُمْوَاللّهُ بِمَاتَعْمَلُونَخَبِيرٌ
Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.
Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. 2:271) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
272
لَّيْسَعَلَيْكَهُدَاهُمْوَلَكِنَّاللّهَيَهْدِي مَنيَشَاءوَمَاتُنفِقُواْ
مِنْخَيْرٍفَلأنفُسِكُمْوَمَاتُنفِقُونَإِلاَّابْتِغَاءوَجْهِاللّهِوَمَا تُنفِقُواْمِنْ خَيْرٍيُوَفَّإِلَيْكُمْوَأَنتُمْلاَتُظْلَمُونَ
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka pahalanya itu untuk kamu sendiri.
Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun
tidak akan dianiaya.
(QS. 2:272) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
273
لِلْفُقَرَاءالَّذِينَأُحصِرُواْفِي سَبِيلِاللّهِ لاَيَسْتَطِيعُونَضَرْبًا
فِيالأَرْضِيَحْسَبُهُمُالْجَاهِلُأَغْنِيَاءمِنَالتَّعَفُّفِتَعْرِفُهُمبِسِيمَاهُمْلاَيَسْأَلُونَالنَّاسَ إِلْحَافًاوَمَاتُنفِقُواْمِنْ خَيْرٍ فَإِنَّاللّهَ بِهِعَلِيمٌ
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya,
mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
(QS. 2:273) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
274
الَّذِينَيُنفِقُونَأَمْوَالَهُمبِاللَّيْلِوَالنَّهَارِسِرًّاوَعَلاَنِيَةًفَلَهُمْأَجْرُهُمْعِندَرَبِّهِمْ وَلاَخَوْفٌعَلَيْهِمْوَلاَ هُمْيَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi
dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2:274) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Wassalam
Semoga Bermanfaat.
Mohamad Churiyanto
Hijrah-Kewirausahaan
Tips and Triks
Nggak pakai utang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar